Langit masih biru, aku melihatnya. Dihiasi putihnya awan awan nan lembut. Tuhan telah mengarak awan dan mengumpulkannya, bergumpalan, dan mungkin nanti akan ada air menetes dari celahnya. Tapi semoga saja tidak hujan. Aku berharap tak turun hujan hari ini. Aku terus berjalan. Ku dapati taman di pinggiran jalan. Berbagai bunga terlihat mekar, semerbak wangi. Teringat aku tentangmu.
Andai dulu kita tak bertemu, mungkin aku tak tersiksa rindu. Tatapmu masih kulihat di mataku. Kata manismu masih kukecap. Ah, semuanya telah berlalu. Kau sudah tak nyata lagi. Kau kini lamunan.
Aku masih terus berjalan. Terdengar sayup sapa orang memanggilku.
” Assalamu alaikum !”
Suara yang tak kukenal.
“Wa alaikum salam” Jawabku.
Aku menoleh. Terlihat olehku sosok wanita di depanku. Tersimpul senyum manis di wajahnya. Senyum yang begitu indah, bagai pelangi setelah rintik hujan.
Aku lalu terdiam. Aku merasa tanganku telah basah, lembab oleh keringat. Angin datang dari seberang. Buat apa menghadang angin. Padahal, hembusnya yang membawa aroma tanah basah terasa begitu menusuk tulang.
“Kau masih mengingatku?”
Aku tetap diam.
“Kau telah lupa padaku?”
“Siapa kau?” Aku balik bertanya.
Ia tak berkata sepatah kata. Raut wajahnya berubah. Senyumnya tak lagi ada. Ia nampak kecewa.
“Ternyata kau sudah lupa. Bukankah kau dulu pernah bersamaku, duduk berdua di kereta dalam perjalanan pulang ke kota. Kau tak ingat?”
Suara lembutnya mulai meninggi. Ku coba cerna kata dan tanyanya padaku. Tapi sungguh, aku tak kenal ia.
Aku tetap diam.
“Kenapa kau selalu ada ditempat ini? ” Tanyanya dan ia memasang senyumnya kembali.
“Aku selalu disini, aku tak punya teman, aku selalu sendiri”
“Tapi kau tidak terlihat seperti seseorang yang tidak punya teman,”
“Mungkin, tapi ada kalanya aku merasa duniaku berbeda dengan dunia mereka,”
“Apanya yang berbeda?” tanyanya menatap padaku.
Aku terbangun. Aku pulang kembali ke alam sadar.
***
Aku masih terus bermimpi akhir akhir ini. Bertemu dengan sosok wanita yang tak kukenali. Aku lupa aku berada dimana, ia menyapaku ramah, kemudian aku pun terjaga. Pertemuan yang terlalu singkat untuk sekedar bertukar senyum. Bertatap muka. Rasanya tak ingin terbangun begitu cepat. Aku benci ini terlalu singkat.
Pertemuan dengannya berulang kali terulang dalam mimpiku. Di tempat yang berbeda, kita saling mengucap kata, sampai akhirnya aku dibangunkan oleh pagi yang dingin. Beberapa ingatan membuatku tidak sabar menemuimu lagi pada mimpi berikutnya.
Tapi mengapa aku tak mengenalnya. Mengapa dia bukan kau. Dia memang bukan kau. Tapi kau sama dengan dia. Kau yang dulu menitip cinta sesaat padaku dan dia yang hadir sekejap di mimpiku.
Dalam hati, aku masih mencoba mencari. Aku merasa, aku dan kau, kita, pernah berada
pada titik yang sama di bawah garis lengkung? Dan kita menjadi akhir pada tanya, bingung, misteri, rahasia, dan semua hal.
Yang aku pun tak pernah tahu.Terkadang kita pernah bercengkrama sampai pagi menjemputku kembali, ada beberapa butiran kecewa yang menyelinap diantara kepingan bahagia yang kupetik dari bunga tidurku malam ini.
Aku berharap mimpi membawanya kepadaku sebagai kau yang kuidamkan setiap hari, kau yang tak nyata, yang terlalu jauh untuk kutemui bila tidak dengan bermimpi.
Malam ini, dalam lelap aku ingin terlelap. Mata yang terpejam terbalut dalam malam yang kelam. Aku ingin menutup mata dan pergi entah kemana. Berjumpa lagi dengan dia yang tak kukenali. Dalam mimpi.