Sampingan

Sendiri Dalam Keriuhan

Sesibuk rutinitas yang seperti tanpa batas. Segalanya nampak begitu tak jelas. Serasa tiada beda antara libur dan lembur.

Momen of Solitude. Begitulah kiranya yang pantas kita dapatkan kala diri ini tenggelam jauh melampaui batas setiap aktifitas, dalam putaran rutinitas. Saat saat untuk menyendiri. Bukan berarti kita orang yang dilanda kesepian. Tidak. Kita butuh saat untuk menyelami dan mengenali diri.
Waktu yang terbuang di meja kerja, waktu yang habis mencari materi, apakah semuanya memberi manfaat atau hanya tersia percuma? Kehidupan selalu penuh dengan riuh rendah aktifitas dan gegap gempita keriangan.
Teddy Prasetya dalam bukunya Nasihat diri mengatakan untuk menepi sejenak setiap kali diri ini mengalami kelelahan jiwa. Kita porsikan waktu menyendiri dalam keheningan, mengucap syukur atas segala nikmatNya.

Dalam hening malam misalnya, kita bisa merasai tenang dan teduhnya sepekat malam. Apalah lagi jika keheningan itu diawali ibadah Tahajjud.

Sampingan

Jarak Pertama

Pertama kalinya saya harus jauh dari rumah. Saya akhirnya datang di kota Makassar, yang katanya atau mungkin lebih tepatnya, faktanya adalah kota terbesar di wilayah Indonesia bagian timur. Pertama kalinya juga saya berada di ketinggian, saya akhirnya naik pesawat terbang.

Manusia, seperti saya pula, selalu merasa melihat segala sesuatu yang berada diluar dirinya itu lebih baik. Melihat Makassar lebih besar dari Kolaka, lebih baik dari segi bangunan dan hiburannya. Seperti ketika melihat orang lain dengan segala kesuksesannya, saya selalu merasa rendah diri. Melihat orang lain dengan ketampanan parasnya, saya selalu berandai seandainya menjadi seperti dia. Saya pun berharap suatu saat Kolaka bisa sebesar Makassar.

Sama seperti ketika melihat orang yang mampu meraih ini dan itu, saya merasa malu pada diri sendiri. Itu mungkin salah, seharusnya, yang lebih tepat bukan menjadi lebih baik dari orang lain tapi menjadi lebih baik dari kemarin.

Makassar

Sampingan

Sikap Waktu

Dunia ini bagai waktu dalam garis lurus, memiliki awal, pun memiliki ujung. Dan kita tidak pernah tahu kapan dan dimana ujungnya. Detik yang terus berjalan, memiliki jarak yang dilalui dan tidak akan pernah kembali. Tidak akan ada ceritanya kita kembali ke masa lalu. Kita bisa flashback, tapi tak bisa comeback.

Kita, yang memiliki salah, masalah dan luka masa lalu, kita ingin memperbaiki masa lalu hanya bisa memperbaiki di masa depan. Masa lalu akan tetap begitu, mau sampai kapanmu. Tidak akan pernah bisa dikembalikan. Tidak akan pernah ada mesin waktu seperti di film Fiksi Hollywood.

Waktu adalah hal yang paling jauh dari kehidupan manusia. Jarak sedetik tidak akan pernah bisa dikembalikan. Setiap kata yang terucap tidak akan pernah bisa ditarik. Bagai busur panah yang mengarah sasarannya. Telah dicatat. Setiap laku akan dicatat oleh malaikat.images

Seperti itulah waktu. Banyak disia-siakan orang. Banyak dihujat dan ditangisi. Banyak diharap-harap dan dicemaskan. Sibuk memikirkan masa depan hingga lupa hari ini. Sibuk menangisi masa lalu hingga lupa masa depan. Menoleh kebelakang terlalu lama akan melalaikan mata dari jalan yang ada didepan. Kita bisa tersandung batu menghadang.

Sikapilah dengan cerdas, karena waktu pun punyai batas.

Sampingan

Kembali Mimpi

Langit masih biru, aku melihatnya. Dihiasi putihnya awan awan nan lembut. Tuhan telah mengarak awan dan mengumpulkannya, bergumpalan, dan mungkin nanti akan ada air menetes dari celahnya. Tapi semoga saja tidak hujan. Aku berharap tak turun hujan hari ini. Aku terus berjalan. Ku dapati taman di pinggiran jalan. Berbagai bunga terlihat mekar, semerbak wangi. Teringat aku tentangmu.

Andai dulu kita tak bertemu, mungkin aku tak tersiksa rindu. Tatapmu masih kulihat di mataku. Kata manismu masih kukecap. Ah, semuanya telah berlalu. Kau sudah tak nyata lagi. Kau kini lamunan.

Aku masih terus berjalan. Terdengar sayup sapa orang memanggilku.

” Assalamu alaikum !”

Suara yang tak kukenal.

“Wa alaikum salam” Jawabku.

Aku menoleh. Terlihat olehku sosok wanita di depanku. Tersimpul senyum manis di wajahnya. Senyum yang begitu indah, bagai pelangi setelah rintik hujan.

Aku lalu terdiam. Aku merasa tanganku telah basah, lembab oleh keringat. Angin datang dari seberang. Buat apa menghadang angin. Padahal, hembusnya yang membawa aroma tanah basah terasa begitu menusuk tulang.

“Kau masih mengingatku?”

Aku tetap diam.

“Kau telah lupa padaku?”

“Siapa kau?” Aku balik bertanya.

Ia tak berkata sepatah kata. Raut wajahnya berubah. Senyumnya tak lagi ada. Ia nampak kecewa.

“Ternyata kau sudah lupa. Bukankah kau dulu pernah bersamaku, duduk berdua di kereta dalam perjalanan pulang ke kota. Kau tak ingat?”

Suara lembutnya mulai meninggi. Ku coba cerna kata dan tanyanya padaku. Tapi sungguh, aku tak kenal ia.

Aku tetap diam.

“Kenapa kau selalu ada ditempat ini? ” Tanyanya dan ia memasang senyumnya kembali.
“Aku selalu disini, aku tak punya teman, aku selalu sendiri”
“Tapi kau tidak terlihat seperti seseorang yang tidak punya teman,”
“Mungkin, tapi ada kalanya aku merasa duniaku berbeda dengan dunia mereka,”
“Apanya yang berbeda?” tanyanya menatap padaku.

Aku terbangun. Aku  pulang kembali ke alam sadar.

***

Aku masih terus bermimpi akhir akhir ini. Bertemu dengan sosok wanita yang tak kukenali. Aku lupa aku berada dimana, ia menyapaku ramah, kemudian aku pun terjaga. Pertemuan yang terlalu singkat untuk sekedar bertukar senyum. Bertatap muka. Rasanya tak ingin terbangun begitu cepat. Aku benci ini terlalu singkat.

Pertemuan dengannya berulang kali terulang dalam mimpiku. Di tempat yang berbeda, kita saling mengucap kata, sampai akhirnya aku dibangunkan oleh pagi yang dingin. Beberapa ingatan membuatku tidak sabar menemuimu lagi pada mimpi berikutnya.

Tapi mengapa aku tak mengenalnya. Mengapa dia bukan kau.  Dia memang bukan kau. Tapi kau sama dengan dia. Kau yang dulu menitip cinta sesaat padaku dan dia yang hadir sekejap di mimpiku.

Dalam hati, aku masih mencoba mencari. Aku merasa, aku dan kau, kita, pernah berada
pada titik yang sama di bawah garis lengkung? Dan kita menjadi akhir pada tanya, bingung, misteri, rahasia, dan semua hal.
Yang aku pun tak pernah tahu.Terkadang  kita pernah bercengkrama sampai pagi menjemputku kembali, ada beberapa butiran kecewa yang menyelinap diantara kepingan bahagia yang kupetik dari bunga tidurku malam ini.

Aku berharap mimpi membawanya kepadaku sebagai kau yang kuidamkan setiap hari, kau yang tak nyata, yang terlalu jauh untuk kutemui bila tidak dengan bermimpi.

Malam ini, dalam lelap aku ingin terlelap. Mata yang terpejam terbalut dalam malam yang kelam. Aku ingin menutup mata dan pergi entah kemana. Berjumpa lagi dengan dia yang tak kukenali. Dalam mimpi.