Sabar Sebentar

Sebenarnya, mencintai dalam diam seperti kebanyakan orang bilang karena alasan untuk menjaga hati, juga sebenarnya karena alasan takut. Takut bahwa dia yang kita cintai dalam diam tidak memiliki perasaan yang sama dengan kita. Cinta yang dipendam dalam diam memang hanya diri sendiri dan Allah yang tahu, menyimpannya rapat-rapat, mendoakannya walau berjarak.

Namun, kebanyakan kita, dan saya pun pernah terjebak jalan pintas yang namanya pacaran. Perasaan cinta saya pada seseorang saya nyatakan dan ingin saya jalani dalam hubungan pacaran. Namun, Allah membukakan pikiran saya, ternyata pacaran adalah kesalahan.

Kita tidak perlu memaksakan waktu untuk bersama. Menghendaki yang belum sampai. Allah menyampaikan pesan-Nya agar kita menjaga diri untuk sementara waktu. Hanya sementara.

Untuk sementara waktu jagalah hati kita masing-masing tetap berada pada tempatnya. Tetap berada pada perlindungannya. Sampai waktu dimana cinta kita harus diberikan dan diterima oleh orang lain. Sampai waktu dimana kita akan menerima hal yang sama pula dari orang lain.

Untuk sementara waktu. Bersabarlah. Karena kesabaran adalah hal terbaik yang bisa kita perjuangkan saat ini. Bukankan untuk sementara waktu saja. Tidak lama, tidak akan menghabiskan seluruh hidup kita, Insya Allah.

Pada akhirnya, cinta tidak hanya membutuhkan perasaan, melainkan kesiapan. Suatu hubungan membutuhkan keduanya. Dan pacaran adalah hubungan yang mengada-ada, tempat orang-orang yang belum siap, orang yang tidak sabar, tetapi mau memiliki. Maka dari itu, jika  seseorang menyayangi kita, pastikan ia tulus dan bertujuan.

*** Tulisan singkat di malam hening di kota daeng ..

Jauh, Jarak dan Waktu

Tuhan menciptakan jarak dan waktu, agar kita tahu bagaimana rasanya rindu

Kalimat diatas adalah sebuah fakta yang saya alami sekarang di kampung orang. Sudah hampir setengah bulan saya di Makassar. Sepertinya rasa ingin berjumpa begitu menggebu, dengan canda tawa keluarga, dengan kawan-kawan di Kolaka. Pengalaman disini juga berharga dan tak terlupakan. Sekali lagi masalah jarak, komunikasi melalui alat seperti handphone rasanya tak cukup menyembuhkan rindu, hanya sekadar mengobati. Seperti kata Dee dalam bukunya Filosofi Kopi “Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling menyayang jika ada ruang? Kasih sayang akan membawa dua orang semakin berdekatan, tapi ia tak ingin mencekik, jadi ulurlah tali itu.”

Masa depan terlihat besar dari sekarang, tapi dibatasi oleh waktu. Semuanya terjadi tanpa kita bisa berbuat apa-apa. Dan waktu tak selalu bisa mendewasakan seseorang. Tidak selalu waktu menjawab semua pertanyaan. Banyak hal yang tidak bisa dijawab oleh waktu. Meski usia telah menua, tidak selamanya tindakan menjadi bijaksana. Meski banyak hal terlewati, tidak selamanya bisa belajar dari sana. Kemudian memahami. Seperti dalam film anime 3 babak Jepang, 5 Centimeter per second, disitu disajikan bagaimana jarak dan waktu membunuh motivasi seseorang akan cintanya, melemahkannya karena lama tak jumpa. Semua itu karena jauh, karena dibatasi jarak dan waktu.

Akhirnya saya sadar, jarak dan waktu adalah perjalanan panjang, dalam rentangnya ada cerita hidup yang tertuang. Saya. Kita semua. Allah memang menciptakannya untuk mengajar, untuk menguji, agar kita mengerti yang sebelumnya tertutupi. Seperti kalimat yang memerlukan jeda. Seperti huruf-huruf yang memerlukan spasi. Jarak adalah jeda, memberi ruang untuk menyayangi, memberi waktu untuk merindu. Memberi makna untuk semuanya itu.