Setelah pulang dari kampus, petang telah menjelang dan senja perlahan menghilang. Adzan Magrib pun kini berkumandang . Aku merasa terpanggil. Segera saja ku menuju mesjid terdekat, bergegas untuk menunaikan sholat . Mesjid itu bernama Mesjid Raya At Taqwa. Mesjid itu adalah mesjid yang cukup tua yang ada di kota ini, kota tempatku di besarkan.Aku tumbuh bersama mesjid itu. Kulihat beberapa kali mesjid itu mengalami renovasi. Dari dindingnya yang retak karena gempa bumi dan kubahnya yang catnya diganti. Seusai sholat tak segera ku beranjak untuk pulang. Ku merasa teduh dalam mesjid, kunikmati ketenangan dalamnya . Bagiku, sebuah masjid bukan sekadar tempat beribadah, namun sebuah tempat bersenyap diri dalam mendaki mendekati Ilahi. Saat sholat di mesjid ini, saya belajar mempersenyapkan diri seperti orang orang yang sholat disitu. Zikirku berbisik lirih.
Sejenak zikirku terhenti karena suara tangisan anak kecil pada shaf wanita. Anak kecil usia 2 tahun menangis meraung raung, sontak mengganggu ketenangan jamaah lain. Sebagian orang bermuka masam dan sebagian lainnya tetap khusu beribadah. Aku teringat pada saat Ramadhan, salah seorang pengurus mesjid ini berusaha melarang orangtua melarang anaknya datang ke mesjid, bila hanya sekedar mengganggu jamaah lain. Yah orang itu beranggapan, mengajak anak ke mesjid hanya akan membuat kacau di masjid. Dengan kekacauan yang ditimbulkan anak, akan menjadikan tidak khusyuknya dalam beribadah. Saya tidak setuju. Bagaimanapun, anak memiliki hak untuk dekat dan mengenal masjid. Menanamkan pada jiwa anak cinta kepada masjid sebagai tempat ibadah yang mulia harus dilakukan seawal mungkin.
Mesjid ini telah menjadi tempat bagiku untuk sekedar berteduh. Saat masalah deras mengguyur maka mesjid ini menjadi peneduh. Ketika jiwa memanas ada tempat melampiaskan perasaaan untuk mendinginkan emosi dan menyegarkan jiwa. Bila di rumah ada masalah keluarga, dan aku telah muak dengan semua, maka mesjid ini tempatku menitip sejenak gundah itu. Dengan segala ibadah, sholat, atau hanya mendengarkan lantunan orang yang mengaji bisa meredam emosi dan membuat api amarah menjadi padam.
Isya telah tiba. Ku beranikan diri meminta izin untuk mengumandangkan adzan. Walau suaraku tak seindah Bilal, tapi aku ingin di hari kiamat nanti leherku menjadi panjang. Bukan seperti jerapah, tapi menurut ulama, maksud ‘panjang leher’ ini adalah orang yang paling banyak pahalanya, paling banyak mengharapkan ampunan dari Allah, paling bagus balasan amal perbuatannya, dan orang yang paling dekat dengan Allah. Berjamaah sholat Isya dengan para orang yang usianya telah tua. Memang, jarang sekali terlihat ada anak muda. Biasanya mereka lebih sering ke tempat lain daripada ke mesjid. Isya pun telah usai. Kulihat mesjid perlahan menjadi sepi. Para jamaah pamit diri setelah mengerjakan rawatib. Aku nampak sangat letih dan baringkan diri, merasakan sejuknya suasanan mesjid ini. Aku tidur. Dan akhirnya waktu berlalu, dan penjaga mesjid membangunkanku pada shalat Subuh.