Kelabu Masa Lalu

Belum juga terlelap padahal sebentar lagi subuh. Bukan insomnia, tapi entah mengapa mata belum juga terpejam. Disaat seperti inilah pikiran saya menerawang. Menembus masa lalu, kemudian menuju masa depan yang masih khayalan. Masa lalu yang kelabu penuh dengan kenangan berdebu. Bagi saya masa lalu justru menjadi penuntun jalan masa depan. Melihat ke belakang sesekali saja agar kita tidak terjatuh ke lubang yang sama. Alangkah bodohnya jika harus mengulang kesalahan di masa lalu.

Begitu banyak kepingan kesalahan yang berserakan dari masa lalu yang harus saya perbaiki saat ini. Kesalahan terhadap diri sendiri dan orang lain. Terutama terhadap kedua orangtua. Masih sering membantah dan tak mendengar nasihat. Saya harus mengubah perilaku. Segala yang negatif menuju positif. Kepada diri sendiri, saya harus berprinsip. Menjadi pribadi yang miliki harga diri. Dan teruntuk  sahabat dan kerabat yang dekat, semoga saya lebih bermanfaat.

Kelabu dari masa lalu haruslah menjadi biru. Awan mendung telah menurunkan hujan yang penuh berkah. Tetap belajar dari masa lalu. Masa kini harus lebih baik agar saya tidak menjadi orang yang merugi. Melesat dengan karya dan sikap yang bijaksana. Berbuat baik kepada siapapun. Tebarkan senyum walau harus dibalas wajah masam. Karena tak mungkin semua orang menyukai kita. Hitam dan putih akan selalu ada.

Filsafat Tukang Parkir

tukangparkirTukang parkir. Pasti kita sudah tau apa itu. Di pusat perbelanjaan dan di tempat keramaian pasti ada tukang parkir yang mengatur kendaraan. Satu hal yang saya tangkap dari pekerjaan tukang parkir. Yakni, bahwa ia bertugas menjaga setiap kendaraan yang parkir. Hal ini bisa saya jadikan pelajaran dalam hidup. Tukang parkir tidak pernah bersedih jika kendaraan yang ia jaga diambil oleh pemiliknya, karena memang kendaraan itu bukan miliknya. Ia hanya bertugas menjaga kendaraan yang diamanahkan padanya oleh pemiliknya. Inilah yang menjadi pelajaran buat saya. Apapun yang kita miliki saat ini, harta, ketampanan, semuanya bukan milik kita. Kita hanya dititipkan sementara saja. Ada saatnya pemiliknya mengambilnya kembali. Pemiliknya adalah Allah. Kita hanya bertugas menjaga titipan Allah itu. Kita gunakan di jalan kebaikan. Ketika yang kita miliki itu diambil oleh Allah, maka tak ada kesedihan atau mengutuk kehilangan. Ikhlas.

Generasi Hari Esok

Membaca sebuah tulisan karya Dr. Taufiq El Hakim Generasi Hari Esok dalam bukunya Tongkat El Hakim membuat saya ingin sekedar menanggapi. Dalam tulisan itu dikatakan bahwa generasi hari ini atau yang akan datang akan lebih lebih sedikit menanggung beban kesulitan. Perjuangan keras pada generasi hari esok adalah sesuatu yang langka dan akan menghilang.

Dr. Taufiq El Hakim dalam tulisannya tersebut beranggapan bahwa teknologi telah menimbulkan efek negatif bagi manusia. Beliau melihat generasi yang sedang tumbuh pada zaman sekarang ini telah kehilangan kemampuan untuk selalu bersabar dan berjuang keras. Lebih jauh lagi dikatakan bahwa generasi hari esok akan celaka. Merasa tidak berharga lagi karena telah digunduli oleh teknologi.

Saya sadari bahwa saya adalah bagian dari generasi  saat ini yang dimanjakan oleh sesuatu yang kita sebut dengan teknologi. Teknologi telah mempermudah manusia. Kita kini hidup dalam ruang sempit dengan kecepatan sepersekian detik. Kita tidak perlu mengelak dari semua itu. Mau atau tidak, kita telah masuk dalam dimensi zaman seperti ini. Televisi, handphone, dan gadget super canggih lainnya telah menjadi teman kita. Kita yang hidup di zaman ini tidak mungkin kembali ke zaman dahulu. Saat ini kita harus menerima dan hidup berdampingan dengan alat-alat canggih buah dari teknologi. Karena jika tidak, kita akan tergilas zaman. Namun semestinya, kita dituntut untuk bijak. Kita pun tak boleh mendewakan teknologi. Kita tetaplah manusia yang dikaruniakan akal dan pikiran oleh Tuhan.

Titik Jenuh

Kita akan sampai pada sebuah titik. Titik jenuh. Saya, atau bahkan sebagian besar dari kita memiliki sifat bosan. Bosan atau jenuh dengan sesuatu. Misalkan barang, aktivitas, atau bahkan jenuh dengan seseorang. Keadaan yang selalu kita lalui, barang yang selalu kita gunakan, dan orang yang selalu bersama kita, memungkinkan kita mencapai kejenuhan. Menurut saya itu adalah hal yang manusiawi. Wajar adanya. Perlahan-lahan kita pun akan sampai pada titik itu. Jenuh bisa kita jadikan pelecut semangat kita dalam menjalani kehidupan ini. Jenuh dapat kita jadikan alarm bagi kita untuk melihat sejenak dan mengevaluasi diri. Mengapa saya bisa jenuh ? . Intinya, kejenuhan memberikan pilihan bagi kita untuk segera keluar dari keadaan yang itu-itu saja. Carilah angin segar diluar sana. Ubahlah gaya hidup yang membosankan. Tidak ada salahnya mencoba hal-hal baru. Saya pun teringat nasehat Ibu saya tercinta, bahwa “sering” bisa membuat kita jenuh. Artinya, apabila kita dalam berteman, atau menjalin hubungan dengan seseorang janganlah terlalu sering bertemu. Karena itu akan membuat kita menjadi jenuh. Ada saat untuk setiap hal. Jangan porsir waktu kita untuk hal yang tidak tepat.

Tai Kucing

Pernah baca buku, ada sebuah cerita singkat yang mau saya tulis disini. Simak.

Kita sedang berada di pantai yang indah. Nyiur melambai. Pasir putih terhampar luas. Namun, ketika kita berjalan tidak sengaja kita menginjak tai kucing. Sangat tidak menyenangkan. Mengenai hal itu kita dihadapkan dengan 2 pilihan. Pilihan pertama adalah kita kesal dan marah karena menginjak tai kucing dan membuat mood kita untuk menikmati pantai hilang. Atau pilihan kedua, kita segera membersihkan tai kucing yang kita injak lalu segera menikmati indahnya suasana pantai.

Moral dari cerita ini adalah bahwa kita sebagai orang biasa lebih sering fokus ke hal hal negatif yang kecil yang kita alami dalam tiap tiap hari yang kita lewati. Padahal begitu banyak hal positif yang bisa kita syukuri. Mengeluh saat menunggu, mencela cuaca yang panas, dan masih banyak lagi hal sepele lainnya yang tak penting untuk kita tanggapi.

Jadi semoga dengan ini kita bisa tidak lagi memikirkan hal hal kecil yang mengesalkan dengan lebih melihat ke hal hal kecil yang menyenangkan. Toh sama sama kecil bukan? Lantas apa bedanya?

Karena bahagia dan sedih adalah sebuah pilihan. 🙂

Paradoks

Dalam keadaan yang serba salah. Terjepit dan begitu rumit. Berada dalam situasi yang tidak pasti. Di sisi lain benar, sebaliknya salah. Paradoks. Merasa menjadi orang yang paling benar, adalah kesalahan. Seperti cinta dan benci yang saling bertentangan. Bagaimana mungkin kita membenci orang yang kita cintai ?

Kerjakan

Banyak sekali ide dalam pikiran. Bertumpuk. Terkadang pula tertunda karena berbagai alasan. Sebentar, nanti saja. Kerjakan sendiri.  Jangan selalu mengandalkan orang lain. Di dunia ini semuanya bisa kita pelajari, semua bergantung pada niat kita untuk mau atau tidak. . Singkirkan perasaan setengah setengah dan memiliki mental mudah menyerah. Itu akan membuat kita dirundung kecewa. Sudahlah, seka air mata dan kubur rasa sedih itu dalam dalam. Mempelajari banyak hal akan membuat kita kaya secara intelektual. Jelas bukan perkara mudah. Pasti ada rasa takut, tidak percaya diri, malas, dan lain lain.

Banyak yang sengaja ditunda karena berbagai alasan. Alasan utama adalah waktu. Walau sebenernya bisa disempatkan. Niat saja yang masih timbul tenggelam.

Di tahun ini saya ingin menyelesaikan kuliah saya, dan skripsi yang saya buat sendiri. Begitu banyak yang menumpuk menunggu untuk diselesaikan. Saya tidak mau menunda lagi, saya harus selesaikan ini. Beruntung setelah akhirnya kemarin ngobrol dan curhat sama teman-teman akhirnya saya diberikan keyakinan untuk berani melakukan dan menyelesaikan apa yang saya inginkan.

SARJANA im coming … yeahhhh

Singgah Sekejap

Inilah perjalanan kehidupan. Bertemu dengan seseorang. Mulai timbul hasrat, mendekat, dan cinta pun melekat. Kalau saya ingat-ingat, ada beberapa wanita yang sempat saya singgahi hatinya. Singgah sekejap. Kata-kata sayang berhamburan, hingga akhirnya tanpa makna. Saling memberi perhatian, mengingatkan jangan lupa makan, lalu kemudian diabaikan. Terima sajalah. Pernak-pernik dari kisah hidup ini. Katanya kita akan bertemu orang yang salah sebelum nantinya bertemu orang yang tepat. Entah itu kata siapa. Mungkin ada benarnya juga.

Ada orang yang beberapa kali menjalin hubungan, namun putus, galau, kemudian bertemu dengan jodohnya dan hidup bahagia bersamanya. Ada pula orang yang masih mempertahankan mantan. Bagi saya itu adalah tindakan yang naif. Mengapa kita tak merelakan orang bertemu dan bahagia dengan pilihan hatinya ? Ikhlas. Sadarilah kita hanya singgah di hatinya. Biarkan jadi kenangan. Jika ia tak  nyaman, mengapa harus bertahan?

Tak perlu merasa memiliki, karena akan menyakitkan ketika kita kehilangan. Orang-orang yang kita singgahi sekejap itu jadikanlah pelajaran, hingga nanti bertemu dengan orang yang tepat pilihan Tuhan. Setiap kita melalui jalan, kadang terjal berliku dan penuh rintangan. Tapi yakinlah, ada cahaya terang di ujung jalan. Tak perlu menangisi pacar yang meninggalkan kita. Rugi airmata ini mengalir untuk sesuatu yang tak berarti. Biarkan saja dia pergi. Wajar kalau kita merasa sakit, itu memang manusiawi. Tapi sampai kapan? Masih banyak stok cinta untuk kita. Tak akan habis, selalu ada.

Buat sang mantan …

Afternoon

Jujur. Sore ini begitu indah. Setelah tidur siang dan terbangun dengan wajah lusuh, secangkir teh hangat tersaji.
Langsung ku seruput. Nikmat. Matahari masih panas. Kipas angin tak berhenti berputar.Sore memang saat-saat yang tepat untuk rehat.
Dari rutinitas yang menjenuhkan dan mengeruhkan pikiran.
Bercanda dan bercengkerama dengan adik, membahas tentang sepakbola bersama kakak,dan mendengar omelan orangtua, inilah keluarga.
Sulit rasanya kubayangkan, jika saat seperti ini tak lagi ada.
Menghabiskan waktu bersantai. Dari tadi pagi belum juga mandi. Kita memang butuh saat seperti ini. Berada dalam rumah seharian. Bukan hal yang tidak berguna.
Ini berguna,ini penting.
Harus kita nikmati setiap momen dengan canda dan syukur. Wajar adanya berkeluh kesah atau bahkan marah.
Namun, cobalah sejenak lihat diantara kita masih ada senyum ramah.
Keluarga, sahabat, bahkan kucing pun yang mengeong gembira.

From the afternoon to the moon …

Not Like Mainstream

Tak suka mengikuti arus mainstream. Terlalu sibuk meniru ini dan itu. Musik pun begitu. Terlalu mainstream, sampai-sampai saya muak  menonton acara musik di TV. Yang ada hanya wajah-wajah manis penuh polesan dengan suara yang mendayu sendu. Mungkin banyak yang tidak setuju. Tidak apa. Itu wajar. Selera musik kita berbeda. Ada yang suka rock, bahkan isi dalam rock … hehe. Bahkan jaman boyband telah tiba. Korea dimana-mana.

Aku lebih suka menjadi indie. Ini memang soal selera. Selera tak bisa dipaksa. Tapi mengapa selalu itu-itu saja? Tidak adakah yang beda?.